Proyek pembangunan hunian vertical yang dicanangkan pemerintah selama lima tahun sejak 2007 dan dikenal dengan “Proyek Pembangunan 1000 Tower” pada akhir 2 tahun lalu (2009) mengalami keadaan stuck (terhenti) dan yang semula dipatok rampung tahun 2011 sulit terpenuhi. Menurut Eddy Ganefo, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman pada Antara News mengatakan hal tersebut disebabkan oleh masalah teknis lapangan dan belum ada dukungan regulasi yang memadai yang dihadapi oleh pengembang dalam usaha partisipasi program pembangunan 1000 tower. Tetapi pada kenyataannya, dalam perkembangan program inipun menuai sejumlah permasalahan, seperti sumber dana yang meragukan karena membutuhkan sejumlah dana yang besar, persiapan yang minim.
Proyek Pembangunan 1000 Tower ini dimaksudkan untuk mengatasi kebutuhan akan rumah oleh masyarakat di seluruh Indonesia yang setiap tahunnya makin meningkat khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (4,5 juta kebawah). Proyek ini membutuhkan dana sebesar 40 trilliun jika diasumsikan satu menara membutuhkan dana Rp 40 miliar (pembebasan tanah dan pembangunan fisik), maka pembangunan 1.000 menara di seluruh Indonesia akan menggunakan dana sebesar Rp 40 triliun. Sumber dana yang digunakan untuk rusunawa menggunakan dana APBN, sedangkan untuk rusunami pembiayaannya melalui peran swasta maupun bekerja sama dengan pemerintah. Pemerintah mendorong swasta untuk terlibat dalam pembangunan rusun dengan memberikan insentif kepada pengembang berupa keringanan pajak pertambahan nilai dengan kriteria luas 36 meter persegi dan harga maksimum Rp144 juta. Selain insentif kepada investor, Pemerintah kata Presiden juga memberikan subsidi kepada masyarakat berpenghasilan rendah agar mampu menjangkau cicilan harga rusun sederhana.
Tetapi dalam kenyataannya walau sudah diberikan keringanan pajak, ternyata para pengembang telah mengubah konsep pengembangan menjadi apartemen menengah (nonsubsidi) karena skim pembiayaan perumahan berubah. Perubahan itu membuat pengembang kesulitan menyesuaikan harga jual dan menghitung kelayakan investasi. Perubahan yang sudah terjadi menyangkut persyaratan ketinggian lantai, ketersediaan ruang hijau, dan mekanisme subsidi. Menurut Hiramsyah, pengalihan pola subsidi dari subsidi selisih bunga (KPR) menjadi bantuan likuiditas cukup membingungkan konsumen, sehingga banyak yang menunda membeli sehingga menyebabkan rusunami/apartemen bersubsidi tidak laku sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh pembeli yang berpenghasilan 4,5 juta ke atas untuk membeli rusunami/apartemen bersubsidi tersebut sehingga tujuan pembangunan yang seharusnya tidak tercapai. Demikian pula bagi pengembang, perubahan kebijakan itu menimbulkan ketidakpastian berinvestasi. perubahan skim pembiayaan sangat besar mempengaruhi pasokan rusunami. dan salah satu penyebab lainnya, pengembang merubah konsep pengembangan menjadi apartemen menengah (non subsidi) dikarenakan tidak laku terjualnya unit apartemen bersubsidi tersebut dikarenakan harga dari rusunami/apartemen bersubsidi tersebut masih dirasakan berat bagi MBR.
PENDAPAT:
Saya setuju dengan adanya keringanan pajak yang diberikan pada pengembang karena dengan adanya keringanan pajak tersebut merupakan daya tarik untuk menarik semakin banyak pengembang untuk ikut berperan serta dalam program pembangunan 1000 tower sehingga sumber dana pembiayaanpun bertambah dan program ini dapat terselesaikan.
Pemberian keringanan pajak ini saya rasa merupakan kebijakan pemerintah yang bersumber dari instrument keuangan private-public equity financing (pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta). Dimana pemerintah dan swasta saling bekerjasama untuk memadukan keunggulan. Keunggulan dari swasta seperti: modal, teknologi dan kemampuan manajemen dengan keunggulan pemeritah dalam hal kewenangan seperti keringanan pajak sumber-sumber dan kepercayaan masyarakat. Kewenangan pajak yang dimaksud yaitu pajak tersebut diatur sedemikianrupa sehingga menjadi alat yag dapat mendorong investasi pada program 1000 Tower ini sehingga menguntungkan ekonomi dan bisnis. Walaupun telah diberikan keringan pajak, syarat tetapan pembayaran 1 unit maximal 144 juta masih dirasakan memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah meskipun telah ada pemberian subsidi dari pemerintah sehingga untuk mendapatkan hak milik dari 1 unit hanya dengan 15-20% sekitar (21,6-28,8) juta rupiah dirasa masih memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah sehingga tujuan awal dari kegiatan ini tidak dapat tercapai.
Tetapi saya rasa tujuan ini dapat tercapai apabila pemerintah menggunakan metode dengan memberikan potongan pajak hingga 50% atau tax exempt bagi para pengembang yang menjual 1 unit rusunaminya dibawah 144 juta rupiah. Kebijakan tersebut dapat memperkecil selisih bunga sehingga harga jualpun dapat turun sehingga para pengembang yang merasa ragu untuk berperan serta dalam program inipun menjadi tertarik kembali dan tidak ragu untuk ikut dalam mensukseskan program ini (menciptakan iklim kondusif untuk berinvestasi). Sehingga para pengembang yang mengganti apartemen mereka menjadi berpola non subsidi akan kembali pada peraturan awal menjadi pola bersubsidi karena peluang masyarakat menengah ke bawah untuk membelipun ada karena harga perunit telah turun dan adanya pengubahan pola subsidi dari pemerintah yaitu bantuan likuiditas. Dengan bantuan likuiditas calon pembeli sudah diukur kemampuannya sesuai persyaratan yang telah ditentukan dan lebih ketat, antara lain dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sehingga skem pembiayaanpun tidak mebingungkan kedua belah pihak. Pengembangpun mendapat jaminan dan pembelipun mendapatkan perumahan yang layak huni. Sedangkan dengan adanya tax exempt maka pajak akan mengalami fluktuasi . Hal tersebut dapat diatasi dari efek pembangunan 1 tower karena apabila diasumsikan 100 tower dapat menyerap sekitar 500.000 tenaga kerja maka pembangunan 1 tower dapat menyerap 5000 tenaga kerja maka pemulihan pajak dapat diperoleh dari pajak pendapat masing-masing tenaga kerja dan dapat membantu perbaikan perekonomian dan menyelesaikan masalah penganguran.
Metode ini dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila adanya regulasi yang kuat dan aparat pemerintahan ikut serta bekerjasama dan tidak malah mempersulit program ini sehingga tidak ada kerancuan dalam pelaksanaannya.
terima kasih sebelumnya atas informasi yang telah Anda tulis...menanggapi tentang pemberian keringanan pembayaran rusunami pada MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dengan kerjasama yang dijalin pemerintah dengan swasta,apakah jaminan bahwa pihak swasta benar-benar secara intens berperan serta dalam pembiayaan tersebut,mengingat bahwa titik berat swasta adalah berorientasi pada segi financial benefitnya?
ReplyDeleteterimakasih kritikkanya saudari ummi,
ReplyDeletemenurut saya pihak swasta akan beperan intens, asalkan tidak merugikan pihaknya. memang pada kenyataan beberapa rusunami yang telah dibangun dalam bentuk apartemen bersubsidi ini telah dialihfungsikan untuk masyarakat menengah ke atas karena dirasa tidak menguntungkan. tetapi hal tersebut dikarenakan skem pembiayaan yang masih membingungkan antar MBR dengan pihak swasta. tetapi setelah ada skem pembiayaan yang jelas ddan penerapan tax exempt pembebasan pajak. maka pihak swasta akan dengan senang hati membantu pemerintah dalam usaha penyediaan rumah. tetapi hal tersebut juga harus didukung oleh regulasi yang kuat agar tidak terjadi pengalihfungsihan tujuan program, yang semula untuk MBR menjadi untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
pendapat yang bagus sekali...
ReplyDeletememang terbatasnya lahan membuat mslh yang cukup sulit, pemerintah merencanakan pembangunan rumah susun untuk kalangan MBR sebgai penyediaan tempat tinggal mrk agar mrk tetap mndpatkan fasilitas dekat dengan pusat kota dmn mrk mengais rejeki. namun pda knyataannya masih bnyak sekali permaslahan dalam tahap pembngunannny, krjasama pemerintah swasta dirasa cukup efisien dalam urusan financial, namun mrk MBR masih merasa biaya sewa rumah susun masih mahal, meskipun pemerintah sudah mengeluarkan biaya bersubsidi...Banyaknya apartemen nganggur itu bisa jadi karena bnyaknya kepentingan yg saling ingin mndpatkan keuntungan dan tidak satu pemikiran...jadi lebih baik pemerintah mengoptimalkan dulu rumah susun yg ada tp bner2 di buat rmh susun sbg jwbn mslh MBR,melakukan pndekatan kpd MBR untuk hidup lbh baik disana..jika berhasil masyarakat lain mempunyai ketertarikan sendiri untuk rumah susun..
Secara sosiologi-analitis, menempatkan MBR di daerah perkotaan dalam perumahan susun cenderung menimbulkan persoalan-persoalan sosial yang kemungkinannya sangat besar. krn MBR sebelumnya memiliki corak kehidupan berdasarkan keadaan sosial-ekonomi mereka di dalam lingkungan khusus, dan akhirnya membentuk tingkah laku tertentu pula. Maka, corak seperti ini pula yang harus mendasari pendekatan teknis yang akan dilakukan. Kebiasaan sehari-hari, cara hidup sehari-hari, cara berinteraksi, cara berkomunikasi, cara hidup bertetangga, dan sebagainya ini, merupakan nilai-nilai hidup yang khas, kompleksitas yang mengandung nilai2 sosial yang positif. Nilai2 ini harus diolah di dlm cara2 pendekatan masalah, sehingga akhirnya masyarakat calon penghuni bukanlah objek, melainkan subjek dalam perencanaan rumah susun tersebut dilakukan untuk peningkatan kualitas tentunya.
nice share sist,,,
terimakasi atas pendapat saudari ghana. saya setuju dengan pendapat anda memang harus ada pendekatan pada MBR terlebih dahulu agar proyek ini dapat terlaksana dengan lancr dan efisien.
ReplyDeleteassalamualaikum sani :)
ReplyDeletetulisannya menarik..
saia cukup setuju dengan pendapat mu..
saia cuma ingin bertanya, siapakah yang menjadi pengelola dalam proyek ini kedepannya??apakah pihak pemerintah atau swasta??
dan bagaimana pembagian keuntungannya??
terimaksih :)
..vio..
gini mba' vio..
ReplyDeleteini proyeknya pemerintah dalam usaha pemenuhan kebutuhan akan perumahan. jadi pemerintah yang punya proyek ini. untuk pengelolaannya oleh pihak swasta sampai batas tahun yang ditentukan antara pemerintah dan swasta mb'.. jadi kayk BOT mb'..
keuntungannya yng didapat pemerintah lebih pada penyelesaian akan penyediaan kebutuhan perumahan bagi MBR yang masih rendah dengan menggunakan lahan yang ada saat ini dengan seefektif mungkin. oleh karena itu dilakukan pembangunan vertical untuk penydiaan perumahan permukimannya dan lebih pada penyediaan infrastrukturnya juga mba'. jadi kawasan2 kumuh dapat berkurang dan penyediaan infrastrukturpun yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah dapat terpenuhi dengan bantuan swasta.:D
dengan tax exempt, pembebasan pajak apakah tidak terlalu membebaskan swasta ya?
ReplyDeleteBentuk kerjasama swasta dan pemerintah dalam hal pnyediaan perumahan bagi kaum MBR patut dhargai, mengingat kemampuan daya beli kaum MBR terhadap hunian yang layak sangatlah rendah. Namun dengan kejadian ketidaklakuan unit-unit perumahan (apartemen) yang telah dibangun memicu kekhawatiran saya akan akan langkah pihak swasta mengalihkan target pasarnya kepada kaum menengah ke atas, padahal pembangunan apartemen ini telah mendapat bantuan subsidi dari pemerintah dan juga bantuan insenntif perpajakan. Karena bagaimanapun juga pihak swasta tidak mau dirugikan mengingat investasi yang dikeluarkan juga cukup besar, namun hasilnya apartemen yang telah terbangun malah sepi peminat. Bagaimana tanggapan saudari terhadap ini ?
ReplyDeleteTerima kasih, nice post
@christintintin: terimakasih tanggapannya
ReplyDeletetidak lakunya perunit apartemen dikarenakan harga 144 juta unit dirasa masih mahal oleh MBR. karena walaupun sudh dikasi bantuan berupa KPR pertamnya. menurut MBR KPR hanya membuat tambahan hutang MBR bertambah dan ada ketentuannya selama 4 tahun itu sungguh sangat memberatkan MBR.
dengan itu saya, memberikan solusi tax exempt pembebasan pajak agar pihak apartemen mau menurunkan harga jualnya tidak 144 juta per unit lagi. ditambah lagi sekarang ada bentuk bantuan baru untuk KPR ditiadakan diganti oleh bantuan likuidas dimana Dengan bantuan likuiditas calon pembeli sudah diukur kemampuannya sesuai persyaratan yang telah ditentukan dan lebih ketat, antara lain dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)sehingga calon pembeli dapat membayar sesuai dengan kemampuannya.. jadi batas waktunya disesuaikan dengan kemampuan dan berdasarkan NPWP.
hal tersebut harus didukung dengan regulasi yang kuat, agar tidak terjadi kebingungan oleh skem pembiayaannya.
dengan begitu apartement pun dapat laku. dan tujuan dari program ini juga dapat terlaksana.
@anonymous: terimakasih tanggapnya
ReplyDeleteuntuk tax exempt bukan untuk membebaskan swasta tetapi untuk mendorong swasta ikt berperan aktif dalam pembangunan nasional.
dan tax exempt ini dimksudkan agr pihak swasta mau menurunkan harga jual perunit agar tidak membebankan MBR.
dan sekali lagi ini harus ditunjang oleh regulasi yang kuat dimana mengatur semua ketentuan tersebut.